PENANGANAN ANAK AUTIS DI RUMAH - Sehat Dengan Cara Rasulullah

PENANGANAN ANAK AUTIS DI RUMAH


Rumah adalah tempat semua orang untuk sangat penting dalam menumbuhkan tumbuh kembang, selain tempat bernaung.

begitu juga bagi anak autis yang tentu akan sering melakukan kegiatan di rumah. nah, beginilah penganan terbaik untuk anak autis di rumah agar menjadi anak yang terambil dan luar biasa :

1.  Meningkatkan pemahaman &  mengajarkan ketrampilan baru.

Tujuan utama penanganan: pemahaman BUKAN bicara/ pengungkapan.

Orang tua perlu mengerti bahwa sebagian populasi autism ada yang memang tidak bisa verbal, tetapi hal tersebut tidak mempengaruhi pemahaman mereka.

Seringkali orang tua kecil hati dan putus asa karena anaknya tidak bisa verbal (yang berhubungan dengan daerah gangguan perkembangan di otak), padahal anak sdah sangat membaik perkembangannya dari sebelumnya. Dengan keadaan anak yang tidak bisa komunikasi secara verbal, maka orang tua dapat beralih kepada alat bantu komunikasi yang bisa dipelajari. Tujuan kita adalah memberi anak kemudahan untuk mengekspresikan diri melalui berbagai cara, sehingga anak tidak frustrasi, dan bisa berperilaku lebih positif.


2. Pendampingan intensif

Pendampingan yang dimaksud disini bukanlah menemani, tetapi memastikan adanya interaksi aktif antara anak dengan pengasuh/orang tua yang ada di sekitarnya.  Tujuan pendampingan intensif untuk membina kontak batin terus menerus dengannya (bukan sekedar kontak mata), dan meningkatkan PEMAHAMAN anak yang umumnya cenderung terbatas. 

Pendampingan ini dilaksanakan sejak anak mulai membuka mata, hingga saatnya ia tertidur kembali di malam hari. Saat pendampingan intensif, tugas siapapun yang menemani anak untuk memberikan informasi dan pengalaman dalam berbagai bentuk kepada anak. Penting sekali untuk TIDAK membiarkan anak sendirian tanpa melakukan apa-apa.

Berikan pengalaman sebanyak mungkin, disertai pengarahan. Anak harus tahu, bahwa dunia ini penuh dengan makna. Dengan mengikuti kemana ia pergi, memberi tahu apa yang ia pegang atau lihat, menjelaskan berbagai kejadian yang ia alami, kita memberi makna pada hidupnya.

Lebih penting lagi, berikan kesempatan pada anak untuk melakukan berbagai hal. Mungkin pada awalnya dibantu tetapi sambil mengajarkan cara mengerjakannya sendiri. Jangan melayani ia setiap saat, karena anak akan cenderung belajar untuk tidak berdaya bila terus menerus dibantu. Holmes (1997)  menggunakan istilah "learned helplessness" (atau ketidakberdayaan yang dipelajari) untuk melukiskan situasi dimana penyandang autisme cenderung belajar menjadi 'tidak berdaya' sambil tetap mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Keadaan 'tidak berdaya'  juga merupakan kondisi yang menyenangkan bagi anak autis karena ia lalu punya kesempatan untuk kembali 'masuk' ke dalam dunianya -- terbebas dari rasa frustrasi, cemas, dan tertekan saat harus susah payah melalui proses belajar hal baru. Sebaliknya, keadaan 'tidak berdaya' ini merampas seorang penyandang dari hak-haknya untuk hidup mandiri, untuk menentukan sendiri apa yang ingin ia lakukan dan bagaimana melakukannya. Keadaan tersebut juga seolah mengizinkan mereka untuk berperilaku tidak semestinya, karena mereka tidak diajarkan untuk bertanggung jawab atas perilakunya sendiri. Singkatnya, ‘learned helplessness’ menghambat seorang anak autis mendapatkan hak akan kehidupan yang layak di kemudian hari.

3. Menetapkan target keterampilan

Untuk dapat meningkatkan pemahaman anak dalam berbagai bidang: kemampuan berpikir, kemandirian mengurus diri sendiri, ketrampilan sosial, agar setidaknya mendekati kemampuan anak lain seusianya. Kita perlu menetapkan target keterampilan. Baker & Brightman (1997) dalam bukunya Steps to Independence menganjurkan kita:

Melakukan observasi cara anak melewatkan hari-harinya

Mencatat berbagai hal yang sekarang kita lakukan untuknya, dan kita nilai sudah dapat mulai ia pelajari sendiri (misal: mengikat tali sepatu, membuka baju, mencuci rambut, membereskan mainan, makan, toileting dsb).  Mungkin juga bisa ditambahkan ketrampilan baru (bermain) atau tugas lain yang kita perkirakan sudah dapat dipelajari olehnya.

Melakukan tahap-tahap pembelajaran, maksudnya ada hal yang harus sudah ia kuasai sebelum ia dapat belajar hal tertentu (prasyarat). Seperti: duduk sebelum berdiri, makan dengan garpu sebelum memotong dengan pisau dsb. Jadi, pertimbangkan apa yang sudah dapat ia lakukan, dan apa yang dapat diajarkan sesudah itu.

Menetapkan prioritas. Pilih, hal apa yang PALING berarti bagi sekelilingnya bila dapat dikerjakan anak sendiri. Misal: anak tidak bisa makan sendiri berakibat tidak mungkin pergi makan bersama-sama, anak tidak bisa pakai baju sendiri berarti ibu tidak bisa meluangkan waktu bersama anak lain di pagi hari karena sibuk membantu anak berpakaian.

Melakukan pergerakan dalam langkah-langkah yang kecil, untuk mengupayakan 80%  kemungkinan keberhasilan pada anak. Kita (orang tua/pengasuh) melakukan analisa tugas dengan cara membagi sebuah tugas dalam langkah kecil untuk diajarkan secara terpisah dan tersendiri. Misal: untuk tugas mandi, langkah-langkah yang tercakup adalah masuk kamar mandi, tutup pintu, buka pakaian, siram badan, pakai sabun, siram badan, keringkan badan dengan handuk, berpakaian, keluar. Bila salah satu langkah belum dikuasainya, harus diajarkan tersendiri.


4. Mengajarkan kepatuhan

👍🏽Selain ketrampilan/pengetahuan, penyandang ASD penting sekali untuk diajarkan KEPATUHAN. Mereka yang cenderung “semau-nya sendiri”, cenderung mengalami masalah di lingkungan masyarakat, bila tidak sejak dini dibantu untuk patuh.

Kita tanamkan pengertian bahwa “hidup ini penuh dengan aturan, dan kamu harus belajar untuk mematuhi sebagian besar aturan tersebut”.

Bagaimanapun pandainya seseorang, bila ia tidak dapat mengikuti aturan yang berlaku..ia akan dikatakan “tidak tahu aturan” dan seringkali ditolak oleh lingkungannya. Karena itu, ingatkan orang tua untuk mengajarkan aturan-aturan sederhana kepada anak sedari dini. Misal: tidak boleh lempar-lempar barang, tidak boleh makan sambil berlari-lari, harus mau membereskan barang dsb.


Konsistensi disiplin orang tua  =   kunci utama adanya kepatuhan pada anak. Wallahu A'lam


📋Sumber psikolog dra. Dyah puspita, Pengurus yayasan autisme indonesia

🖊dr. Emi Ummu Khonsa'
🍯🌻Majmu'ah BIKUM🌻🍯

Silahkan Share Ke Sosial Media Anda :)

Subscribe to receive free email updates: