Pada masa bayi, buah hati memang tampak lucu dan
menggemaskan. Terlebih lagi bila diajak bermain dan bercanda, gelak tawa bayi
sangat menyenangkan. Tidak mengherankan jika orang-orang di sekitar bayi-baik
ayah, ibu, kakak, kakek, nenek, om, dan tante sering tergerak untuk bermain dan
bercanda dengan si adik bayi, terkadang dengan cara-cara yang “heboh” semacam
menganyun, melempar, atau mengguncang bayi. Namun hati- hati, karena cara
bermain yang demikian dapat berdampak buruk pada bayi.
*Mengguncang atau mengayun bayi dengan cara yang tidak
benar dapat berbahaya bagi keselamatan bayi*.
Disengaja atau tidak, guncangan yang terlalu keras saat
mengayun bayi dapat menyebabkan kerusakan pada otaknya. Cedera yang terjadi ini
disebut sebagai *shaken baby syndrome*.
Shaken baby syndrome tergolong salah satu bentuk
kekerasan pada anak, berupa guncangan kepala hebat yang menyebabkan perdarahan
retina dan perdarahan otak.
Sindrom ini merupakan salah satu penyebab utama
kematian dan gangguan saraf pada anak akibat kekerasan.
Sebesar 95% cedera otak dan 64% cedera kepala pada anak
berusia kurang dari 1 tahun disebabkan oleh tindak kekerasan pada anak.
Shaken baby syndrome seringkali juga ditemukan
kekerasan pada anak yang memiliki riwayat kekerasan sebelumnya atau tanda
kekerasan di bagian tubuh lain.
Guncangan dapat disengaja, misalnya oleh orang dewasa
yang tidak sabar terhadap bayi yang rewel, maupun tidak sengaja dan timbul
karena cara bermain yang menyebabkan guncangan hebat pada kepala, misalnya dengan
diayun atau dilemparkan ke udara.
Guncangan pada badan juga dapat berakibat cedera pada
otak karena perubahan posisi kepala terhadap leher yang drastis dan mendadak.
Sindrom ini sebagian besar terjadi pada anak di bawah 2
tahun, shaken baby syndrome yang disengaja umumnya dilakukan oleh laki – laki,
ayah, atau pengasuh anak.
Orang tua yang mengalami stres secara sosial, biologis,
atau finansial rentan melakukan perilaku impulsif dan agresif.
Juga cedera otak yang terjadi khas dan tidak sesuai
dengan riwayat jatuh, kejang, atau trauma kepala lain.
Saat bayi atau anak mengalami guncangan yang hebat,
otak mengalami perputaran atau pergeseran terhadap aksisnya (batang otak).
Hal ini menyebabkan robekan saraf dan pembuluh darah,
menyebabkan kerusakan dan perdarahan otak.
Spektrum gejala shaken baby syndrome sangat luas, dari
gejala ringan sampai sangat berat.
Gejala ringan yang tidak spesifik umumnya tidak
disadari oleh dan membaik seiring waktu.
Sindrom yang sangat berat dapat menyebabkan penurunan
kesadaran, kejang, sampai kematian.
Sesaat setelah guncangan hebat, anak umumnya menjadi
rewel atau cenderung banyak tidur, muntah - muntah, dan tidak mau makan.
Gejala ini dapat menetap selama beberapa hari atau
beberapa minggu.
Perdarahan otak dapat menyebabkan penurunan kesadaran,
kejang, muntah, malas menyusui, dan kontak yang berkurang.
Kerusakan otak berat dapat menyebabkan gangguan
pernapasan sampai henti napas.
Gejala yang tidak spesifik dan kerusakan otak yang
tidak terdeteksi dapat berlangsung lama tanpa diketahui namun menyebabkan
gangguan belajar atau gangguan perilaku saat anak lebih besar.
Shaken baby syndrome sering disertai cedera mata dan
cedera tulang.
Cedera mata yang sering ditemui adalah perdarahan
retina pada satu atau kedua mata. Perdarahan di dalam mata mungkin sulit
terdeteksi karena keterbatasan bayi untuk mengeluhkan gangguan penglihatan.
Cedera tulang di tempat lain sering menyertai shaken
baby syndrome akibat kekerasan yang disengaja, terutama patah tulang pada iga,
lengan, dan tungkai. Adanya memar atau luka di bagian tubuh yang tidak biasa
atau berulang mendukung adanya kekerasan.
Untuk mendiagnosis shaken baby syndrome, perlu
wawancara mendalam dengan orang yang mengasuh anak sehari-harinya. Mungkin
diperlukan pemeriksaan penunjang seperti CT scan atau MRI kepala untuk
mendeteksi kerusakan otak dan perdarahan. Foto Rontgen dapat membantu
mengkonfirmasi patah tulang. Pemeriksaan mata juga diperlukan untuk mencari
perdarahan retina.
Efek cedera kepala akibat kekerasan yang disengaja
lebih berat dibandingkan cedera akibat benturan atau guncangan yang tidak
disengaja.
Angka kematian cedera kepala akibat kekerasan sekitar
13%.
Anak yang selamat umumnya mengalami gangguan saraf dan
kecerdasan saat berusia lebih dari 6 tahun.
Untuk mencegah shaken baby syndrome,
❗️
hindarilah bermain atau bercanda dengan bayi dengan cara menganyunkan bayi pada
lengan atau anggota tubuh lainnya, mengguncang, atau melempar tubuh bayi.
❗️jika
meletakkan bayi pada ayunan, gunakanlah ayunan khusus untuk bayi yang berayun
dengan lembut.
❗️awasilah
selalu apabila bayi bermain dengan kakak atau anak yang lebih besar. Pilihlah
pengasuh anak yang dapat dipercaya serta cukup stabil dan matang secara
psikologis.
❗️orang
tua yang sedang memiliki masalah psikis sebaiknya mencari bantuan profesional
terkait (psikolog atau psikiater) agar mampu mengasuh anak secara aman dan
bertanggung jawab.
Untuk mendiagnosis shaken baby syndrome, perlu
wawancara mendalam dengan orang yang mengasuh anak sehari-harinya. Mungkin
diperlukan pemeriksaan penunjang seperti CT scan atau MRI kepala untuk
mendeteksi kerusakan otak dan perdarahan. Foto Rontgen dapat membantu
mengkonfirmasi patah tulang. Pemeriksaan mata juga diperlukan untuk mencari
perdarahan retina.
Efek cedera kepala akibat kekerasan yang disengaja
lebih berat dibandingkan cedera akibat benturan atau guncangan yang tidak
disengaja.
Angka kematian cedera kepala akibat kekerasan sekitar
13%.
Anak yang selamat umumnya mengalami gangguan saraf dan
kecerdasan saat berusia lebih dari 6 tahun.
Untuk mencegah shaken baby syndrome,
hindarilah bermain atau bercanda dengan bayi dengan
cara menganyunkan bayi pada lengan atau anggota tubuh lainnya, mengguncang,
atau melempar tubuh bayi.
jika meletakkan bayi pada ayunan, gunakanlah ayunan
khusus untuk bayi yang berayun dengan lembut.
awasilah selalu apabila bayi bermain dengan kakak atau
anak yang lebih besar. Pilihlah pengasuh anak yang dapat dipercaya serta cukup
stabil dan matang secara psikologis.
orang tua yang sedang memiliki masalah psikis sebaiknya
mencari bantuan profesional terkait (psikolog atau psikiater) agar mampu
mengasuh anak secara aman dan bertanggung jawab.
Penulis :
Dr.Natharina Yolanda. Dr.Amanda Soebadi
Reviewer : Dr.Amanda Soebadi,Sp.A
Sumber:
1. Blumenthal. Shaken baby syndrome. Postgrad Med
J.2002;78:732–5.
2. American Academy of Pediatrics. Shaken baby syndrome:
Rotational cranial injuries—technical report. Pediatrics. 2001;108:206 –10.
Silahkan Share Ke Sosial Media Anda :)